Pengaruh Media Sosial Terhadap Anak
Rsabhk.co.id, Jakarta. Saat ini media sosial seperti youtube, instagram dan juga facebook sudah menggerakan batas minimum usia pengguna yaitu 13 tahun . Berdasarkan salah satu penelitian yang dikutip dari mediaindonesia.com dimana sekitar lebih dari 87% anak-anak di Indonesia sudah dikenalkan media sosial sebelum menginjak usia 13 tahun. Dan ada sekitar 92% anak-anak dari keluarga berpenghasilan di bawah, mengenal media sosial lebih dini lagi.
Media sosial itu sebaiknya memang dikenal anak pada usia minimal 13 tahun, namun ketika pada kenyataannya anak dibawah usia 13 tahun sudah mengenal media sosial, harus dalam pengawasan/pendampingan orang tua. Salah satu risiko penggunaan media sosial yang paling buruk adalah sosialisasi, seorang anak akan lebih senang dengan teman online nya dibanding melakukan sosialisasi secara langsung dengan teman real nya, sehingga sosialisasi anak tidak berkembang karena mereka fokus dengan teman online nya.
Di masa pandemi Covid-19, penggunaan media sosial memberikan dampak yang sangat positif terutama dalam melakukan interaksi baik secara sosial, politik maupun ekonomi. Penggunaan media sosial memberikan kemudahan dalam berkomunikasi, baik teman, keluarga yang tidak memungkinkan dilakukan melalui face to face karena faktor jarak dan pandemi.
Menurut penjelasan Ade Dian Komala, M.Psi Psikologi dalam siaran live dengan radio kesehatan, Kamis (20/1/2022) “orang tua harus bisa menjadi lebih perhatian dan bisa me manage waktu antara bermain sosial media/gadget dengan prioritas yang harus anak lakukan. Tidak sedikit kita melihat anak menjadi tantrum apabila dilarang bermain gadget. Sebagai orang tua, kita diwajibkan untuk bisa mengatur waktu dan mempunyai aturan yang jelas berapa lama anak boleh bermain gadget agar anak tidak menjadi tantrum”.
Pengaruh media sosial sangat berpengaruh terhadap perilaku anak/remaja, apalagi ketika media sosial di konsumsi terlalu berlebihan. Beberapa remaja mengalami masalah kecemasan/mental, dimana kebanyakan media sosial menampilkan hal-hal yang sangat wah, sangat baik-baik saja dan sangat keren, sehingga anak sering kali membandingkan atau merasa kenapa saya tidak seperti dia (artis/selebgram) dan timbul kecemasan serta ketidak percayaan diri.
Risiko Media Sosial
Media sosial mempunyai faktor risiko yang besar, namun tidak bisa kita pungkiri bahwa media sosial juga mempunyai value positif yang bisa kita ambil, seperti ketika persepsi kita melihat seorang artis/selebgram bisa pergi/jalan-jalan ke luar negeri, sehingga anak/remaja termotivasi untuk bekerja lebih keras untuk bisa seperti dia (artis/selebrgram), jadi tergantung bagaimana persepsi yang kita mau ambil dari media sosial “papar Ade Dian Komala, M.Psi, Psikologi”.
Bagi anak-anak yang sudah kecanduan bermain gadget yaitu harus ditarik gadget nya (dalam artian bukan sama sekali tidak boleh) tetapi diberikan pengertian, batasan dan aturan yang jelas. Namun anak harus diberi kegiatan yang lain seperti les berenang atau les bela diri, sehingga teralihkan untuk melakukan kegiatan yang lain. Selain itu, dibutuhkan cara berkomunikasi yang tepat kepada anak/remaja agar mereka dapat mengevaluasi dirinya sendiri.
Sebenarnya, banyak hal yang bisa dipelajari oleh anak melalui gadget, mulai dari bagaimana cara menari hingga cara membuat macam-macam prakarya. Selain itu, gadget juga bisa menjadi sarana hiburan bagi anak karena terdapat beragam games yang bisa dimainkan. Namun, jika terlalu sering main gadget, apalagi tanpa pengawasan, anak bisa kecanduan gadget dan hal ini dapat berdampak buruk bagi tumbuh kembang dan kehidupan sosial anak. Adapun langkah-langkah yang bisa diterapkan untuk mengatasi kecanduan gadget pada anak antara lain jadi contoh yang baik untuk anak, batasi dan awasi penggunaan gadget pada anak, buat aktivitas menyenangkan bersama anak, tetapkan wilayah bebas gadget di rumah serta beri tahu anak bahaya menggunakan gadget terlalu lama.
“Apabila orang tua sudah merasa kesulitan atau bingung dalam menghadapi anak/remaja nya, disarankan untuk berkonsultasi ke psikolog dan tidak menunggu sudah ada masalah/keluhan. Sangat disarankan bagi orang tua berkonsultasi untuk sekedar bertanya/konsultasi dan ingin tahu bagaimana cara mengatasi anak/remaja” tutur Ade Dian Komala, M.Psi, Psikologi.
Narasumber: Ade Dian Komala, M.Psi Psikologi – RSAB Harapan Kita